Rabu, 27 Oktober 2010

BERNEGOSIASI

Puji Tuhan akhirnya saya mulai terbiasa dengan tulisan di blog...
Bahkan saya mulai menikmatinya dan saya senang bisa share melalui tulisan - tulisan saya. Ini semua adalah berkat dorongan dan motivasi dari dosen saya yang paling keren,, tak lain tak bukan beliau adalah bu Yoyoh.
Yupp..., kalau bukan karena beliau jujur saja belum terpikirkan oleh saya untuk mempunyai blog untuk sekarang ini. So pada kesempatan kali ini saya mau bilang terimakasih ibu... karena "paksaan" dari ibu sekarang saya belajar dan dapat hal baru lagi.. Pokoknya bu Yoyoh is the best lah.. hehe ^.^ 


Sekarang saatnya kita masuk ke topik yang akan dibahas. Kali ini dengan tema bernegosiasi. Apa dan bagaimana bernegosiasi itu??
Mengapa negosiasi perlu dilakukan? bagaimana melakukan negosiasi yang baik? siapa yang melakukan negosiasi?

Negosiasi merupakan bagian dari kehidupan.Tanpa kita sadari sebenarnya kita termasuk orang yang sering bernegosiasi, misalnya ketika kita ingin mendapatkan pekerjaan, kita ingin gaji kita senilai berapa dan juga job desk nya apa saja.

Negosiasi adalah sebuah bentuk interaksi sosial saat pihak - pihak yang terlibat berusaha untuk saling menyelesaikan tujuan yang berbeda dan bertentangan. Menurut kamus Oxford, negosiasi adalah suatu cara untuk mencapai suatu kesepakatan melalui diskusi formal.
Negosiasi merupakan suatu proses saat dua pihak mencapai perjanjian yang dapat memenuhi kepuasan semua pihak yang berkepentingan dengan elemen-elemen kerjasama dan kompetisi. Termasuk di dalamnya, tindakan yang dilakukan ketika berkomunikasi, kerjasama atau mempengaruhi orang lain dengan tujuan tertentu. Contoh kasus mengenai negosiasi, seperti Christoper Columbus meyakinkan Ratu Elizabeth untuk membiayai ekspedisinya saat Inggris dalam perang besar yang memakan banyak biaya atau sengketa pulau Sipadan -Ligitan pulau yang berada di perbatasa Indonesia dengan Malaysia - antara Indonesia dengan Malaysia.

referensi Wikipedia

Sebelum kita melakukan negosiasi sebaiknya kita kenali dulu bagaimana langkah-langkah melakukan negosiasi tersebut. Berikut ini adalah beberapa langkah yang dapat kita lakukan :

1. Persiapan
Langkah pertama dalam melakukan negosiasi adalah langkah persiapan.
Persiapan yang baik merupakan fondasi yang kokoh bagi negosiasi yang
akan kita lakukan. Hal tersebut akan memberikan rasa percaya diri yang
kita butuhkan dalam melakukan negosiasi. Yang pertama harus kita lakukan
dalam langkah persiapan adalah menentukan secara jelas apa yang ingin kita
capai dalam negosiasi. Tujuan ini harus jelas dan terukur, sehingga kita bisa
membangun ruang untuk bernegosiasi. Tanpa tujuan yang terukur, kita tidak
memiliki pegangan untuk melakukan tawar-menawar atau berkompromi dengan
pihak lainnya.
Hal kedua dalam persiapan negosiasi adalah kesiapan mental kita.
Usahakan kita dalam kondisi relaks dan tidak tegang. Cara yang paling
mudah adalah dengan melakukan relaksasi. Bagi kita yang menguasai teknik
pemrograman kembali bawah sadar (subconscious reprogramming) kita dapat
melakukan latihan negosiasi dalam pikiran bawah sadar kita, sehingga setelah
melakukannya berkali-kali secara mental, kita menjadi lebih siap dan percaya
diri.
2. Pembukaan
Mengawali sebuah negosiasi tidaklah semudah yang kita bayangkan. Kita
harus mampu menciptakan atmosfi r atau suasana yang tepat sebelum proses
negosiasi dimulai. Untuk mengawali sebuah negosiasi dengan baik dan benar,
kita perlu memiliki rasa percaya diri, ketenangan, dan kejelasan dari tujuan
kita melakukan negosiasi. ada tiga sikap yang perlu kita kembangkan dalam
mengawali negosiasi yaitu: pleasant (menyenangkan), assertive (tegas, tidak
plin-plan), dan fi rm (teguh dalam pendirian). Senyum juga salah satu hal yang
kita perlukan dalam mengawali sebuah negosiasi, sehingga hal tersebut akan
memberikan perasaan nyaman dan terbuka bagi kedua pihak.


Berikut adalah beberapa tahapan dalam mengawali sebuah negosiasi: 
a. Jangan memegang apa pun di tangan kanan Anda ketika memasuki
ruangan negosiasi;
b. Ulurkan tangan untuk berjabat tangan terlebih dulu;
c. Jabat tangan dengan tegas dan singkat;
d. Berikan senyum dan katakan sesuatu yang pas untuk mengawali
pembicaraan. Selanjutnya dalam pembicaraan awal, mulailah dengan
membangun common ground, yaitu sesuatu yang menjadi kesamaan antar
kedua pihak yang dapat dijadikan dasar untuk membangun rasa percaya.
Meski demikian harus tetap diingat bahwa pada dasarnya selain memiliki
beberapa persamaan, kedua pihak memiliki beberapa perbedaan.
3. Negosiasi Dalam Jual-Beli Barang
 

Dalam negosiasi jual beli, pihak penjual dan pembeli mempunyai hak dan
kewajiban tertentu. Pihak pembeli mempunyai hak menerima barang yang
dibelinya dan berkewajiban untuk membayar secar tepat jumlah dan waktu.
Sebaliknya penjual mempunyai hak menerima pembayaran dan berkewajiban
menyerahkan barang yang dijual secara tepat jumlah dan waktu. Jadi dalam
kisaran itulah substansi perundingan yang harus dilakukan oleh kedua belah
pihak.
Khusus dalam kegiatan jual beli, pelaksanaan negosiasi ditijukan untuk
memfasilitasi kehendak pembeli dan penjual, yaitu merundingkan masalahmasalah
yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban pihak penjual dan
pembeli, baik yang bersifat satu kali transaksi maupun untuk transaksi yang
berulang-ulang (terus-menerus). 

Biasnya negosiasi jual- beli antara pihak
penjual dan pihak pembeli, pembicaraaannya berkisar pada:
a. Jenis barang yang akan dibeli atau dijual;
b. Kwalitaas dari jenis barang yang akan dibeli atau dijual;
c. Jumlah barang yang akan dibeli atau dijual;
d. Ketetapan harga barang yang akan dibeli atau dijual;
e. Saat atau waktu penyerahan barang (tanggal, bulan, tahun penyerahan);
f. Kemana barang diangkut/dikirim dan syarat pengirimannya;
g. Cara pembayaran (tunai, kredit) dengan potongan harga atau tanpa
potongan harga.
4. Strategi dan Teknik Negosiasi
Negosiasi meliputi mempersiapkan rencana strategis sebelum dimulainya
negosiasi dan mengambil keputusan taktis yang baik selain negosiasi. Strategi
negosiasi dapat diartikan sebagai suatu komitmen untuk suatu pendekatan
menyeluruh yang memiliki peluang besar untuk mencapai tujuan negosiator.
 

Ada 3 (tiga) strategi negosiasi yang dapat dikembangkan yaitu:
a. Win-win strategy (strategi menang-menang)
Yaitu pendekatan bernegosiasi yang ditujukan kepada kemenangan kedua
belah pihak, dengan prinsip “meminta tanpa menekan dan memberi tanpa
desakan”, cara perundingan ini adalah menyelesaikan masalah yang
didasari rasa saling menghormati, menghindari konfl ik.
b. Win-lose strategy (strategi menang kalah), yaitu suatu strategi negosiasi
untuk memperoleh kemenangan mutlak, strategi ini berdasarkan kepada
keinginan untuk mengalahkan dan merugikan orang lain.Strategi ini sering
menimbul kan permasalahan. Oleh karena itu setrategi ini dianggap strategi
licik.
c. Lose-lose Strategy (Strategi kalah-kalah),
Strategi ini sangat merugikan kedua belah pihak karena masing-masing
hanya melampiaskan emosinya yang tidak rasional. Strategi ini tidak akan
menyelesaikan masalah tetapi memperpanjang konfl ik, karena itu strategi
ini dianjurkan untuk tidak dipergunakan.




Berikut ini adalah tips bernegosiasi, mudah - mudahan bermanfaat..


Tips Bernegosiasi Dalam dunia kerja

Anda memang tidak terlepas dari negosiasi. Baik negosiasi gaji, tugas, proyek dengan klien, serta berbagai negosiasi lain, bahkan untuk makan. Tapi tidak semua orang memiliki kemampuan negosiasi yang baik. Diperlukan pengetahuan dan kecakapan tersendiri agar Anda memiliki kemampuan negosiasi yang memadai.

Selalu fokus terhadap keuntungan di kedua belah pihak. Artinya bagaimana Anda dan pihak lawan tidak saling dirugikan. Fokuskan diri pada bagaimana Anda dan pihak lawan bisa menang. Di sini Anda harus melupakan tentang bagaimana menjatuhkan lawan. Sebaiknya Anda harus berpikir bijak dengan cara mencari solusi yang menguntungkan kedua belah pihak. Tentunya dengan mencari informasi mengenai apa motivasi dari pihak yang Anda hadapi.
Akan tetapi tanpa melupakan motivasi Anda pribadi, tetaplah fokus pada tujuan negosiasi Anda, jangan terpengaruh oleh trik-trik tertentu yang dilancarkan lawan sehingga mempengaruhi tujuan semula. Fokuslah pada pemecahan masalah dan jangan libatkan emosi dalam negosiasi Anda. Karena emosi membuat Anda tidak objektif dan konsentrasi.

Ketahuilah gaya negosiasi orang yang Anda ajak negosiasi. Jika dia seorang yang humoris, tidak ada salahnya Anda selipkan humor dalam negosiasi Anda. Tetapi sebaliknya jika ia seorang yang serius, bersikaplah serius juga. Hal ini akan memudahkan Anda dalam menghadapi dan menyelesaikan proses negosiasi dengannya.

Tanamkan dalam pikiran bahwa tujuan, meskipun dalam sebuah perusahaan yang sama, belum tentu memiliki tujuan yang sama. Memang tujuan itu berbeda-beda. Namun ini adalah saat yang tepat menyatukan perbedaan tujuan tersebut menjadi sebuah jalan yang menguntungkan kedua belah pihak. Memikirkan posisi hanya akan mengganggu proses negosiasi, jadi enyahkan saja pikiran untuk mengambil lebih banyak keuntungan.

Jangan mudah tergiur oleh hal-hal yang Anda sukai saat negosiasi. Misalnya, pihak lawan menawarkan sesuatu yang Anda suka tetapi di sisi lain bisa merugikan Anda. Jangan langsung memberi jawaban setuju jika Anda ditawari sesuatu saat negosiasi. Analisa penawarannya, dan apabila memungkinkan, mintalah waktu untuk memperlajari tawaran tersebut.

Dengarkan negosiasi yang ditawarkan dan ajukan pertanyaan untuk setiap point yang belum jelas. Sehingga Anda akan menemukan kesepakatan yang lebih baik dari kemungkinan yang sebelumnya Anda pikirkan.
Menjadi ahli tentu perlu waktu, meskipun kiat-kiat diatas telah Anda jalani dengan maksimal. Pun sadari juga bahwa lawan negosiasi Anda tentu juga punya kiat mereka sendiri untuk merayu dengan cara yang sangat efektif.

Sejak anak saya mengikuti berbagai kursus, ada banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakannya, tetapi juga menjadi pekerjaan rumah orangtuanya. Tidak heran bahwa setiap malam atau pagi, terjadilah negosiasi antara dia dengan papi atau maminya.
Menurut Wikipedia bahasa Indonesia, negosiasi adalah sebuah bentuk pertemuan antara dua pihak yang bertujuan untuk menghasilkan suatu persetujuan bersama dengan menggunakan langkah-langkah negosiasi seperti strategi, taktik, dan persyaratan.
Mengapa ada teori mengenai negosiasi? Sebenarnya negosiasi merupakan salah satu jalan penyelesaian secara damai melalui perundingan antara pihak-pihak yang tidak sepaham atau sependapat. Hasil dari negosiasi itu sendiri adalah perjanjian yang dapat memenuhi kepuasan semua pihak yang berkepentingan. Dalam hal ini, bukan hanya pihak orangtua yang berhak puas dalam menyelesaikan sebuah konflik, melainkan anak-anak pun berhak untuk mengalami perasaan yang sama dengan orang dewasa.
Bahkan melalui konflik yang mereka alami bersama orangtua, justru anak secara alami dapat belajar mengasah emosinya agar menjadi semakin cerdas. Alasan lain, dalam negosiasi kita juga sedang melatih anak untuk mengembangkan “win-win solution” (jalan keluar sama-sama menang) sebagai bekal kehidupannya kelak.
Tentu saja diperlukan ketrampilan dari pihak pengendali untuk mendinginkan situasi konflik, bersikap tegas, tetapi juga menampung seluruh gagasan dengan tujuan agar solusi yang disepakati bermanfaat bagi semua pihak. Dalam hal ini, “manfaat” yang dimaksud adalah agar orangtua dan anak tetap hidup bertanggungjawab secara Kristiani. Untuk itu, dalam “Raise Them Right”, orangtua haruslah menjadi “master” atau ahli dalam seni negosiasi dengan anak.
Salah satu keahlian negosiasi yang diperlukan, menurut Ludlow dan Gergus Panton, adalah memerhatikan sikap kita terhadap perselisihan itu sendiri. Sikap positif dengan memandang bahwa konflik adalah sesuatu yang normal dan konstruktif merupakan sikap awal yang baik dalam menjalankannya, sehingga orangtua tidak hanya berpikir bahwa anaknyalah yang harus belajar dan melakukan yang baik, tetapi orangtua juga akan bertumbuh semakin dewasa, semakin sabar, semakin berhikmat dan semakin bergantung kepada Tuhan.
Adapun negosiasi yang efektif dengan anak adalah: Pertama, anak dapat ikut dalam diskusi verbal untuk menemukan kemungkinan solusi. Berarti dalam negosiasi, kita sekaligus melatihnya untuk mengembangkan kemampuan diskusi, dan bukan menerima mentah-mentah perintah dari orangtuanya. Kedua, anak secara cerdas dapat memahami perjanjian yang diberikan. Dengan demikian, ia juga secara alami dilatih untuk mengasah logikanya ke arah penyelesaian konflik, penerimaan pendapat dan bukan menciptakan atau menghindari konflik. Ketiga, anak menjadi semakin dewasa untuk memelihara hasil kesepakatan yang dibuat bersama. Di sinilah anak juga belajar menjadi orang yang bertanggungjawab dengan bersikap konsisten dan konsekuen.
Beberapa langkah untuk melakukannya:
1. Definisikan masalah yang dialami antara orangtua dengan anak.
Mark adalah anak yang sulit sekali makan sayur. Setiap kali ibunya menukannya, Mark memberontak dan membuangnya. Sekalipun ia dipaksa untuk memasukkannya ke dalam mulut, ia tetap akan membuangnya di sebuah kertas atau tissue. Dalam mendefinisikan masalah, katakanlah demikian, “Mark, sayur dapat mempermudahmu untuk buang air besar (BAB). Jika kamu tidak makan sayur, maka BAB-mu akan sulit. Dan tentu saja perutmu tidak sehat sehingga Mama harus membawamu ke dokter. Untuk berobat ke dokter, kita akan mengeluarkan banyak uang. Semakin kamu tidak makan sayur, kita akan sering ke dokter dan mengeluarkan banyak uang. Menurutmu, apa yang harus kita lakukan supaya tugas penting ini dilakukan?”
2. Diskusikan bersama mengenai kemungkinan solusi.
Jika Mark tidak makan sayur, beberapa kemungkinan yang Mark perlu tahu: Mark tidak dapat makan makanan kesukaannya yang lain (snack) karena makanan utama belum dimakannya dan mereka harus menabung untuk pergi ke dokter, dengan tidak membeli snack. Mark sebenarnya dapat memilih beberapa pilihan menu makanan sayur yang disukainya. Mark dapat memilih sendiri sayur yang disukainya di supermarket saat berbelanja bersama Mama. Mark juga dapat ikut masak bersama Mama di dapur. Jika Mama harus makan 10 sendok sayur, Mark dapat makan hanya 5 sendok sayur dan mereka akan makan di waktu bersamaan. Tentu saja jika Mark selama 1 minggu makan sayur tanpa absen, Mark dapat membeli snack kesukaannya dalam daftar snack yang menyehatkan.
Diskusi juga dapat dilakukan dengan menceritakan kisah anak-anak yang mau makan makanan sehat, sehingga anak dapat meneladani tokoh-tokoh tersebut. Misalnya tentang Popeye yang suka bayam. Atau Brownie yang tidak suka makanan sehat sehingga ia tidak kuat mengikuti teman-temannya berlari.
3. Putuskan bersama solusi yang disepakati kedua belah pihak.
Mark dapat memilih beberapa alternatif di atas dan memberikan alternatif lain sejauh hal itu merupakan kesepakatan bersama. Lalu, berikanlah kode saat Mark harus makan sayur atau berikan apresiasi setelah Mark selesai makan sayur. Seperti: “Sekarang… Mark sekuat Popeye!”
4. Sepakati kapan hal itu akan dilakukan.
Berjabat tanganlah dengan anak atau tulislah kesepakatan itu di sebuah kertas yang ditempel di pintu kamar dan ditandatangani kedua belah pihak. Jangan lupa peluklah anak dan ciumlah dia untuk kesepakatan yang telah dibuat bersama.
5. Evaluasi kesepakatan.
Jika perjanjian tidak disepakati, duduklah lagi bersama dan ulangi kesepakatan.
Beberapa kemungkinan yang dapat terjadi adalah solusi KALAH/KALAH. Berarti anak makan sayur tetapi mengeluarkannya sambil tampak menderita karenanya, sementara kita sebagai orangtua tidak berdaya menghadapinya. Solusi MENANG/KALAH berarti anak tidak mau makan sayur sama sekali dan kita tidak berdaya menghadapinya. SERI berarti anak tidak makan sayur dengan berbagai alasan, sedangkan kita sebagai orangtua memberikan hukuman kepada anak–sementara anak merasa bebas dari makan sayur dan lebih menyukai hukuman yang diberikan kepadanya. Sedangkan solusi MENANG/MENANG berarti anak makan dengan senang hati dan orangtua melihat anak sehat.
Masalahnya, jika anak selalu memberontak dan kita menjadi orangtua selalu tidak berdaya menghadapi anak, tentu kita perlu melakukan negosiasi sebagai salah satu solusi yang menyenangkan kedua belah pihak.
Beberapa saran dalam bernegosiasi:
  1. Pusatkan perhatian bukan pada anak tetapi pada konflik yang harus diselesaikan, sebab jika kita melihat anak kita melawan, tentu kita akan berpikir bahwa ia bersikap kurang ajar. Dengan demikian, kita akan mencari tahu mengapa ia tidak menyukai sayur yang kita hidangkan. Bisa jadi ia memiliki trauma tertentu terhadap sayuran karena pernah memakan sayuran pahit atau pedas. Atau ia tidak bisa menikmati rasa dari masakan sayur yang tersaji. Bantulah anak untuk menemukan alasannya selogis mungkin.
  2. Ajarkan anak untuk mengungkapkan pendapatnya tanpa menggunakan ekspresi perasaan negatif seperti marah, berteriak, menangis keras-keras, bahkan diam. Katakan, “Mama tahu Mark tidak suka melihat sayur ini.” Atau “Mama mengerti Mark geli melihat sayur ini.” Tapi kita harus menemukan jalan keluarnya.
  3. Mengetahui apa yang hendak orangtua capai dalam kesepakatan tersebut. Banyak anak tidak sepakat, bukan karena mereka tidak memahami manfaatnya, tetapi karena mereka tidak menyukai cara orangtua memaksa anak untuk mengikutinya. Tetapi juga ada banyak anak yang tidak menyukai penampilan makanan yang tersaji.
  4. Jangan menanggapi pertanyaan-pertanyaan retoris. Misalnya, “Memangnya semua orang harus makan sayur? Bibi tidak makan sayur setiap hari!”
  5. Ada kalanya anak mempertahankan posisinya dengan keras tanpa memberikan alasan. Apa yang harus kita lakukan?
  1. Tetaplah sopan saat bernegosiasi;
  2. Jangan membalas tindakan kurang ajarnya, simpan di akhir negosiasi sebagai pembelajaran yang berbeda. Namun ucapkanlah kalimat singkat atas tindakannya, misalnya: cobalah belajar sopan kepada Mama;
  3. Saat anak bertahan dalam keputusan atau pendapatnya, perlihatkanlah secara logis (masuk akal) kelemahan dari pendiriannya. Misalnya, jika kamu tidak mau makan sayur napasmu tidak segar. Atau dalam aturan 4 sehat 5 sempurna, orang ingin hidup sehat juga harus makan sayuran. Sebaliknya, mintalah mereka memikirkan kelemahan dari pendapat orangtua. Sebab hal ini melatih anak untuk memikirkan pandangan yang berbeda dari pihak lain.
  4. Fokuslah pada konflik atau masalah yang dihadapi. Jangan biarkan anak menonton film atau orangtua bernegosiasi sambil menjahit atau sms.
  5. Sambutlah perubahan anak ke arah solusi bersama dengan pujian, pernyataan keyakinan atau dukungan. Pusatkanlah negosiasi pada proses kerjasama antara anak dan orangtua, sehingga anak tidak merasa sebagai korban tetapi sebagai anak yang ditolong oleh orangtuanya.
Pertanyaannya, apakah semua hal harus melalui proses negosiasi? Tentu saja tidak. Ada hal-hal yang memang harus dilakukan anak tanpa melalui proses negosiasi. Jika pilihan itu memang bukan hal yang prinsip, misalnya, memutuskan apa yang akan kita makan pada waktu sarapan, kita bisa langsung menawarkan beberapa menu kepadanya agar ia dapat tawar-menawar. Tentu saja kita meminta anak untuk melakukannya sesuai dengan instruksi kita.
Sebaliknya, jika kita menghendaki agar anak-anak kita beribadah kepada Tuhan dan pergi ke Sekolah Minggu tanpa kesempatan untuk memilih, pilihannya hanyalah pada kita sebagai orangtua. Artinya, kita memberi pilihan kepada diri kita sendiri untuk mencari alternatif cara, agar mereka dengan senang hati melakukannya. Itu berarti bahwa kita harus bernegosiasi dengan hati kecil kita yang seringkali menghendaki anak-anak menaati kita dengan cara yang paling mudah dan cepat, misalnya: “Pokoknya, taat!”
Tuhan tentu akan memberikan hikmat kepada kita sebagai orangtua. Tuhan memberkati.

Akhir kata saya mengucapkan selamat bernegosiasi. Good Luck!!

Rabu, 13 Oktober 2010

TIGA PENDEKATAN MEMECAHKAN KONFLIK

(Diterjemahkan dan direview oleh Ahmad Asroni)
1.        Merekonsiliasi Berbagai Kepentingan

Merekonsiliasi berbagai berbagai kepentingan tidaklah mudah. Ia membutuhkan perhatian yang tinggi, merencanakan solusi yang kreatif, dan membuat konsesi di mana berbagai kepentingan dipertentangkan. Prosuder paling umum melakukan ini adalah “negoisasi”, tindakan komunikasi (baik komunikasi ke belakang atau ke depan) yang dimaksudkan untuk mencapai kesepakatan. Prosedur berbasis kepentingan lainnya adalah “mediasi”, yang mana pihak ketiga membantu pihak-pihak yang bertikai mencapai kesepakatan.
Tiada arti melakukan negoisasi atau mediasi tanpa memfokuskan pada rekonsiliasi berbagai kepentingan. Beberapa negoisasi hanya fokus pada mementukan yang benar, seperti ketika dua pengacara berargumen tentang siapa yang memiliki kasus yang memberikan kebaikan/jasa lebih banyak. Negoisasi lainnya yang fokus menentukan siapa yang lebih berkuasa/kuat, seperti ketika perselisihan bangsa yang saling memberikan ancaman. Sering pula negoisasi melibatkan ketiganya – beberapa berusaha untuk memuaskan berbagai kepentingan, beberapa memperbincangkan kebenaran, dan beberapa menununjuk pada kekuatan.

Negoisasi yang fokus utamnya pada berbagai kepentingan disebut negoisasi “berbasis kepentingan”, berbeda dengan negoisasi “berbasis kebenaran” dan negoisasi “berbasis kekuatan/kekuasaan”.
Negoisasi berbasis kepentingan kerap pula disebut sebagai negoisasi memecahkan masalah. Hak ini dikarenakan ia melibatkat perlakuan konflik sebagai masalah yang harus diselesaikan oleh pihak-pihak yang bertikai secara sama-sama menguntungkan. Sebelum para disputan dapat memulai proses rekonsiliasi berbagai kepentingan secara efektif, mereka butuh melepaskan emosi mereka. Emosi dapat melahirkan konflik, sebaliknya konflik kerap melahirkan emosi. Mengekspresikan penekanan emosi dapat menjadi intrumen dalam menegoisasikan sebuah resolusi. Teutama pada konflik antar pribadi, permusuhan dapat dikurangi secara signifikan jika pihak-pihak yang dirugikan melepas kemarahan, kebencian dan frustasi mereka di depan pihak yang salah, dan pihak yang salah mengakui kebenaran atau menawarkan sebuah apologi. Dengan mereduksi permusuhan, memecahkan masalah berbasis kepentingan menjadi lebih mudah. Ekspresi emosi memiliki tempat yang istimewa dalam berbagai macam negoisasi dan mediasi berbasis kepentingan.

2.       Menentukan Siapa yang Benar

Cara lain menyelesaikan konflik adalah mendasarkan pada standar independen dengan melihat legitimasi atau hukum untuk menentukan siapa yang benar.
Term yang dipakai adalah kebenaran. Akan tetapi masalah hukum jarang clear. Ada perbedaan bahkan kadang-kadang kontradiksi ketika standar hukum diterapkan. Mencapai kesepakatan dengan standar hukum di mana hasilnya akan menentukan siapa mendapatkan apa, akan menjadi sangat sulit.

Dalam konteks ini, pihak ketiga yang menentukan siapa yang benar. Prototipe hukum tersebut adalah ajudikasi (keputusan pengadilan), yang mana pihak yang bertikai harus menghadirkan bukti dan argumen kepada pihak ketiga yang netral yang memiliki kekuasaan menangani dan menngikat keputusan (Dalam mediasi, pihak ketiga tidak memiliki kewenangan memutuskan konflik). Adjukasi publik ditentukan oleh pengadilan dan lembaga administrative. Ajudikasi pribadi ditentukan oleh arbitrator.

3.       Menentukan siapa yang lebih berkuasa

Menentukan siapa pihak yang kuat/berkuasa tanpa kontes kekuasaan desisif dan secara potensial destruktif adalah sulit. Ini lantaran kekuasaaan merupakan masalah persepsi. Kendatipun ada sejumlah indikator kekuasaan seperti sumber daya keuangan, persepsi pihak-pihak yang bertikai dan kekuasaan masing-masing kerap tidak tepat. Bahkan, sudut persepsi kekuasaan satu dengan yang lain dapat jatuh ke dalam perhitungan kemungkinan di mana yang lain akan menginvestigasi berbagai sumber secara lebih besar dalam kontes tersebut ketimbang merasa takut bahwa sebuah perubahan dalam distribusi kekuasaan yang dirasakan akan mempengaruhi hasil dari konflik yang akan datang.

Mana Pendekatan yang Terbaik?

Pendekatan yang berbeda untuk resolusi konflik –baik pendekatan interest, hukum, amupun kekuasaan— melahirkan biaya dan keuntungan yang berbeda. Ada empat kriteria untuk membandingkan ketiga jenis pendekatan tersebut:

1)       Biaya transaksi; semua prosedur resolusi konflik membutuhkan biaya transaksi seperti: waktu, uang, energi emosi yang ditimbulkan konflik, sumber daya yang dikonsumsi dan dirusak, dan hilangnya kesempatan.

2)      Kepuasaan terhadap hasil: Cara lain untuk mengevaluasi pendekatan lain meresolusi konflik adalah pihak-pihak yang bertikai merasa puas dengan hasil (kesepakatan).

3)      Pengaruh pada hubungan di atara pihak yang bertikai: Pendekatan ini dalam meresolusi konflik dapat mempengaruhi kemampuan pihak-pihak yang bertikai untuk bekerja bersama-sama sehari-hari.

4)      Kekambuhan (konflik): apakah pendekatan meresolusi konflik dapat bertahan lama. Bentuk paling simple dari kekambuhan adalah ketika sebuah resolusi gagal dalam menjaga hasil resolusi konflik secara permanen.
Keempat kriteria tersebut saling berhubungan. Ketidakpuasan dengan hasil kesepakatan dapat menghasilkan sebuah ketegangan pada hubungan kedua pihak yang bertikai, di mana akan menyebabkan kekambuhan/terulangnya konflik, yang juga akan meningkatkan biaya-biaya transaksi.
Pendekatan yang mana yang sedikit biaya?

1)       Kepentingan versus hukum (dan/atau) kekuasaan (interest versus rights or power); Pendekatan resolusi konflik yang fokus pada kepentingan (interest) dapat meresolusi problem konflik lebih efektif dari pada yang fokus pada hukum (rights) atau kekuasaan (power). Singkatnya, pendekatan resolusi konflik yang fokus pada kepentingan (interest) – setelah dibandingkan dengan pendekatan resolusi konflik berbasis hukum (right) dan kekuasaan (power)— cenderung menghasilkan kepuasan yang tinggi terhadap hasil dari pihak-pihak yang bertikai, menghasilkan hubungan (kerja) yang lebih baik, potensi konflik untuk kambuh/terulang kecil, dan juga mendatangkan biaya transaksi yang lebih kecil.

2)      Hukum versus kekuasaan (Rights versus power); secara umum, pendekatan hukum lebih sedikit biaya dibandingkan pendekatan kekuasaan.

Memfokuskan diri pada pendekatan kepentingan (Interests) tidak cukup
Kendatipun memiliki banyak keuntungan, menyelesaikan semua konflik dengan cara merekonsiliasi kepentingan tidak mungkin dan tidak diperlukan. Hal ini karena:
(1)     dalam beberapa kasus, negoisasi berbasis kepentingan tidak dapat terjadi tanpa prosedur  
hukum atau kekuasaan. Pertama kali yang dilakukan adalah membawa pihak yang keras kepala ke meja perundingan;
(2)    pihak-pihak yang bertikai tidak dapat mencapai kesepakatan lantaran mereka memiliki persepsi bahwa mereka yang benar dan lebih kuat/berkuasa. Dengan demikian mereka tidak dapat membangun kesejajaran untuk bernegoisasi.
(3)    Pada beberapa pihak yang bertikai, kepentingan (interest) demikian berlawanan sehingga kesepakan tidak mungkin tercapai.


Kapan Prosedur kebenaran atau Kekuasaan diperlukan?

Kendatipun merekonsiliasi kepentingan secara umum sedikit biaya daripada pendekatan hukum, namun hanya ajudikasi yang dapat secara otoritatif menyelesaikan problem-problem konflik publik secara penting. Sementara untuk pihak-pihak yang kuat, pendekatan kekuasaan lebih diperlukan ketimbang pendekatan kepentingan. Beberapa orang menyatakan bahwa pihak yang lebih kuat ketika menerima pendekatan kepentingan dianggap “saran yang sakit”.

Karena memfoluskan diri pada hukum dan kekuasaan memainkan peran yang penting dalam resolusi konflik yang efektif, maka membedakan prosedur hukum dan kekuasaan pada basis biaya adalah bermanfaat. Kita membedakan tiga tipe prosedur hukum dan kekuasaan, yakni: negoisasi, kontes biaya yang rendah, kontes biaya yang tinggi.
Negoisasi berbasis hukum sedikit biaya daripada kontes hum seperti pengadilan atau arbitrasi. Negoisasi berbasis kekuasaan yang ditandai dengan ancaman, lebih rendah daripada sebuah kontes kekuasaan di mana ancaman-ancaman tersebut dilakukan.


Sistem Resolusi Konflik berorientasi Kepentingan: Sebuah Tujuan

Tidak semua konflik dapat (atau harus) diselesaikan dengan merekonsiliasi kepentingan.
Prosedur hukum dan kekuasaan kadang-kadang dapat menyelesaikan akan tetapi prosedur berbasis kepentingan tidak. Masalahnya adalah prosedur hukum dan kekuasaan kerap dipakai di mana keduanya tidak diperlukan. Oleh karenanya, diperlukan sistem yang mempromosikan rekonsiliasi kepentingan sekaligus juga membuat sistem untuk mengakomodasi prosedur hukum dan kekuasaan dengan biya yang murah. Hal ini penting lantaran semua konflik tidak dapat/tidak mesti diselesaikan dengan pendekatan rekonsiliasi kepentingan.


source: http://qoffa.wordpress.com/2009/01/16/tiga-pendekatan-memecahkan-konflik/