Rabu, 13 Oktober 2010

TIGA PENDEKATAN MEMECAHKAN KONFLIK

(Diterjemahkan dan direview oleh Ahmad Asroni)
1.        Merekonsiliasi Berbagai Kepentingan

Merekonsiliasi berbagai berbagai kepentingan tidaklah mudah. Ia membutuhkan perhatian yang tinggi, merencanakan solusi yang kreatif, dan membuat konsesi di mana berbagai kepentingan dipertentangkan. Prosuder paling umum melakukan ini adalah “negoisasi”, tindakan komunikasi (baik komunikasi ke belakang atau ke depan) yang dimaksudkan untuk mencapai kesepakatan. Prosedur berbasis kepentingan lainnya adalah “mediasi”, yang mana pihak ketiga membantu pihak-pihak yang bertikai mencapai kesepakatan.
Tiada arti melakukan negoisasi atau mediasi tanpa memfokuskan pada rekonsiliasi berbagai kepentingan. Beberapa negoisasi hanya fokus pada mementukan yang benar, seperti ketika dua pengacara berargumen tentang siapa yang memiliki kasus yang memberikan kebaikan/jasa lebih banyak. Negoisasi lainnya yang fokus menentukan siapa yang lebih berkuasa/kuat, seperti ketika perselisihan bangsa yang saling memberikan ancaman. Sering pula negoisasi melibatkan ketiganya – beberapa berusaha untuk memuaskan berbagai kepentingan, beberapa memperbincangkan kebenaran, dan beberapa menununjuk pada kekuatan.

Negoisasi yang fokus utamnya pada berbagai kepentingan disebut negoisasi “berbasis kepentingan”, berbeda dengan negoisasi “berbasis kebenaran” dan negoisasi “berbasis kekuatan/kekuasaan”.
Negoisasi berbasis kepentingan kerap pula disebut sebagai negoisasi memecahkan masalah. Hak ini dikarenakan ia melibatkat perlakuan konflik sebagai masalah yang harus diselesaikan oleh pihak-pihak yang bertikai secara sama-sama menguntungkan. Sebelum para disputan dapat memulai proses rekonsiliasi berbagai kepentingan secara efektif, mereka butuh melepaskan emosi mereka. Emosi dapat melahirkan konflik, sebaliknya konflik kerap melahirkan emosi. Mengekspresikan penekanan emosi dapat menjadi intrumen dalam menegoisasikan sebuah resolusi. Teutama pada konflik antar pribadi, permusuhan dapat dikurangi secara signifikan jika pihak-pihak yang dirugikan melepas kemarahan, kebencian dan frustasi mereka di depan pihak yang salah, dan pihak yang salah mengakui kebenaran atau menawarkan sebuah apologi. Dengan mereduksi permusuhan, memecahkan masalah berbasis kepentingan menjadi lebih mudah. Ekspresi emosi memiliki tempat yang istimewa dalam berbagai macam negoisasi dan mediasi berbasis kepentingan.

2.       Menentukan Siapa yang Benar

Cara lain menyelesaikan konflik adalah mendasarkan pada standar independen dengan melihat legitimasi atau hukum untuk menentukan siapa yang benar.
Term yang dipakai adalah kebenaran. Akan tetapi masalah hukum jarang clear. Ada perbedaan bahkan kadang-kadang kontradiksi ketika standar hukum diterapkan. Mencapai kesepakatan dengan standar hukum di mana hasilnya akan menentukan siapa mendapatkan apa, akan menjadi sangat sulit.

Dalam konteks ini, pihak ketiga yang menentukan siapa yang benar. Prototipe hukum tersebut adalah ajudikasi (keputusan pengadilan), yang mana pihak yang bertikai harus menghadirkan bukti dan argumen kepada pihak ketiga yang netral yang memiliki kekuasaan menangani dan menngikat keputusan (Dalam mediasi, pihak ketiga tidak memiliki kewenangan memutuskan konflik). Adjukasi publik ditentukan oleh pengadilan dan lembaga administrative. Ajudikasi pribadi ditentukan oleh arbitrator.

3.       Menentukan siapa yang lebih berkuasa

Menentukan siapa pihak yang kuat/berkuasa tanpa kontes kekuasaan desisif dan secara potensial destruktif adalah sulit. Ini lantaran kekuasaaan merupakan masalah persepsi. Kendatipun ada sejumlah indikator kekuasaan seperti sumber daya keuangan, persepsi pihak-pihak yang bertikai dan kekuasaan masing-masing kerap tidak tepat. Bahkan, sudut persepsi kekuasaan satu dengan yang lain dapat jatuh ke dalam perhitungan kemungkinan di mana yang lain akan menginvestigasi berbagai sumber secara lebih besar dalam kontes tersebut ketimbang merasa takut bahwa sebuah perubahan dalam distribusi kekuasaan yang dirasakan akan mempengaruhi hasil dari konflik yang akan datang.

Mana Pendekatan yang Terbaik?

Pendekatan yang berbeda untuk resolusi konflik –baik pendekatan interest, hukum, amupun kekuasaan— melahirkan biaya dan keuntungan yang berbeda. Ada empat kriteria untuk membandingkan ketiga jenis pendekatan tersebut:

1)       Biaya transaksi; semua prosedur resolusi konflik membutuhkan biaya transaksi seperti: waktu, uang, energi emosi yang ditimbulkan konflik, sumber daya yang dikonsumsi dan dirusak, dan hilangnya kesempatan.

2)      Kepuasaan terhadap hasil: Cara lain untuk mengevaluasi pendekatan lain meresolusi konflik adalah pihak-pihak yang bertikai merasa puas dengan hasil (kesepakatan).

3)      Pengaruh pada hubungan di atara pihak yang bertikai: Pendekatan ini dalam meresolusi konflik dapat mempengaruhi kemampuan pihak-pihak yang bertikai untuk bekerja bersama-sama sehari-hari.

4)      Kekambuhan (konflik): apakah pendekatan meresolusi konflik dapat bertahan lama. Bentuk paling simple dari kekambuhan adalah ketika sebuah resolusi gagal dalam menjaga hasil resolusi konflik secara permanen.
Keempat kriteria tersebut saling berhubungan. Ketidakpuasan dengan hasil kesepakatan dapat menghasilkan sebuah ketegangan pada hubungan kedua pihak yang bertikai, di mana akan menyebabkan kekambuhan/terulangnya konflik, yang juga akan meningkatkan biaya-biaya transaksi.
Pendekatan yang mana yang sedikit biaya?

1)       Kepentingan versus hukum (dan/atau) kekuasaan (interest versus rights or power); Pendekatan resolusi konflik yang fokus pada kepentingan (interest) dapat meresolusi problem konflik lebih efektif dari pada yang fokus pada hukum (rights) atau kekuasaan (power). Singkatnya, pendekatan resolusi konflik yang fokus pada kepentingan (interest) – setelah dibandingkan dengan pendekatan resolusi konflik berbasis hukum (right) dan kekuasaan (power)— cenderung menghasilkan kepuasan yang tinggi terhadap hasil dari pihak-pihak yang bertikai, menghasilkan hubungan (kerja) yang lebih baik, potensi konflik untuk kambuh/terulang kecil, dan juga mendatangkan biaya transaksi yang lebih kecil.

2)      Hukum versus kekuasaan (Rights versus power); secara umum, pendekatan hukum lebih sedikit biaya dibandingkan pendekatan kekuasaan.

Memfokuskan diri pada pendekatan kepentingan (Interests) tidak cukup
Kendatipun memiliki banyak keuntungan, menyelesaikan semua konflik dengan cara merekonsiliasi kepentingan tidak mungkin dan tidak diperlukan. Hal ini karena:
(1)     dalam beberapa kasus, negoisasi berbasis kepentingan tidak dapat terjadi tanpa prosedur  
hukum atau kekuasaan. Pertama kali yang dilakukan adalah membawa pihak yang keras kepala ke meja perundingan;
(2)    pihak-pihak yang bertikai tidak dapat mencapai kesepakatan lantaran mereka memiliki persepsi bahwa mereka yang benar dan lebih kuat/berkuasa. Dengan demikian mereka tidak dapat membangun kesejajaran untuk bernegoisasi.
(3)    Pada beberapa pihak yang bertikai, kepentingan (interest) demikian berlawanan sehingga kesepakan tidak mungkin tercapai.


Kapan Prosedur kebenaran atau Kekuasaan diperlukan?

Kendatipun merekonsiliasi kepentingan secara umum sedikit biaya daripada pendekatan hukum, namun hanya ajudikasi yang dapat secara otoritatif menyelesaikan problem-problem konflik publik secara penting. Sementara untuk pihak-pihak yang kuat, pendekatan kekuasaan lebih diperlukan ketimbang pendekatan kepentingan. Beberapa orang menyatakan bahwa pihak yang lebih kuat ketika menerima pendekatan kepentingan dianggap “saran yang sakit”.

Karena memfoluskan diri pada hukum dan kekuasaan memainkan peran yang penting dalam resolusi konflik yang efektif, maka membedakan prosedur hukum dan kekuasaan pada basis biaya adalah bermanfaat. Kita membedakan tiga tipe prosedur hukum dan kekuasaan, yakni: negoisasi, kontes biaya yang rendah, kontes biaya yang tinggi.
Negoisasi berbasis hukum sedikit biaya daripada kontes hum seperti pengadilan atau arbitrasi. Negoisasi berbasis kekuasaan yang ditandai dengan ancaman, lebih rendah daripada sebuah kontes kekuasaan di mana ancaman-ancaman tersebut dilakukan.


Sistem Resolusi Konflik berorientasi Kepentingan: Sebuah Tujuan

Tidak semua konflik dapat (atau harus) diselesaikan dengan merekonsiliasi kepentingan.
Prosedur hukum dan kekuasaan kadang-kadang dapat menyelesaikan akan tetapi prosedur berbasis kepentingan tidak. Masalahnya adalah prosedur hukum dan kekuasaan kerap dipakai di mana keduanya tidak diperlukan. Oleh karenanya, diperlukan sistem yang mempromosikan rekonsiliasi kepentingan sekaligus juga membuat sistem untuk mengakomodasi prosedur hukum dan kekuasaan dengan biya yang murah. Hal ini penting lantaran semua konflik tidak dapat/tidak mesti diselesaikan dengan pendekatan rekonsiliasi kepentingan.


source: http://qoffa.wordpress.com/2009/01/16/tiga-pendekatan-memecahkan-konflik/

2 komentar:

  1. Well Done, Putri!

    keep and going on...
    tampilkan kemampuan maksimalmu

    terus berkarya

    yoyoh

    BalasHapus
  2. mantap putri
    beri contoh kasusnya dong...
    biar lebih mbludak

    ngomong" putri ngedate yuk? :D

    BalasHapus